Uji Tetrazolium Benih
A. Latar Belakang
Benih merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai peran sangat menentukan dalam upaya produksi dan mutu hasil. Dalam era pertanian modern saat ini, penggunaan benih bermutu mutlak diperlukan. Benih bermutu adalah benih dari varietas unggul yang dihasilkan dengan cara-cara khusus yang disebut sertifikasi. Sertifikasi benih bertujuan untuk menjaga kemurnian genetik, fisik, dan fisiologis dari benih varietas unggul yang akan digunakan oleh petani dengan jalan usaha pengawasan terhadap proses produksi benih berupa pengawasan benih sumber lapangan pertanaman calon benih, pengolahan, pengepakan, pengujian benih secara laboratorium dan pemasangan label benih.
Pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari proses produksi benih, karena mutu dari suatu lot benih akan diketahui setelah dilaksanakan pengujian benih di laboraturium. Salah satu metode yang digunakan untuk menduga kualitas benih adalah uji tetrazolium. Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji cepat viabilitas. Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Disebut uji cepat viabilitas karena indiksi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah. Kegunaan uji tetrazolium antara lain untuk mengetahui viabilitas benih yang segera akan ditanam, viabilitas benih dorman, hidup atau matinya benih segar tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih (Vega, 2011).
Uji tetrazolium bertujuan dalam mengaktifkan sel/jaringan benih dan membedakan antara sel atau jaringan yang hidup atau mati. Uji tersebut sangat cepat dan tepat apabila diaplikasikan pada benih yang yang mengalami dormansi dan mengalami pemasakan lanjutan. Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah garam tetrazolium. Pada jaringan hidup, jika benih mengimbibisi larutan ini maka terjadi proses reduksi. Dengan adanya prosese dehidrogenase maka larutan 2,3,5 triphenyl tetrazolium chlorode atau bromide akan berwarna merah sehingga jaringan yang hidup berwarna merah stabil dan merupakan substan yang tidak terlarut oleh triphenyl formazan yang dihasilkan oleh jaringan hidup.
Jaringan yang hidup berwarna merah dan yang akan mati tidak berwarna. Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan sel bahan ini akan ikut serta dalam proses reduksi (Kuswanto, 2007). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam uji tetrazolium ialah penyiapan benih yang akan diuji dengan menghitung jumlahnya, pelembaban benih untuk aktivasi enzim dan pelunakan jeringan benih, pembukaan jaringan benih untuk pewarnaan (penusukan, pemotongan, pengupasan testa, pengeluaran embrio), penyiapan larutan tetrazolium, suhu dan lama perendaman, penilaian benih vigor tinggi, vigor rendah dan benih non viabel, ketelitian analis. Uji tetrazolium sangat perlu diketahui untuk mengefektifkan proses persemaian benih, terutama pada benih-benih dorman. Selain itu, uji ini juga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Dengan uji tetrazolium diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk mengetahui apakah benih yang diamati merupakan benih hidup atau benih mati.
B. Tinjauan Pustaka
Viabilitas benih pada umumnya diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks dari viabilitas benih. Menurut Indriani 1999, viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhan, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih.
Viabilitas ini semakin meningkat dengan bertambah tuanya benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau sebelum tercapainya berat kering maksimum, pada saat itu benih telah mencapai viabilitas maksimum yang konstan tetapi sesudah itu akan menurun sesuai dengan keadaan lingkungan. Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah persentase perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria kecambah normal, abnormal dan mati (Sutopo, 2002).
Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis dan uji cepat
viability. Prinsip metode Tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan
berwarna merah oleh reduksi suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk
endapan formazon merah sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih. Adanya
warna merah di bagian-bagian penting pada embrio benih mengindiksikan benih
mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal. Enzim yang mendorong
terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Prinsip
metode tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh
reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon
merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang mendorong
terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi.
Sedangkan menurut Zanzibar (2006).
Kelebihan metode tetrazolium meliputi waktu pengujian yang
singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta
benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian
tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif,
bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau
mikrobia lainnya dan bersifat merusak (AOSA 2011).
Struktur benih meliputi kulit benih, embrio, radikula, kotiledon
beserta jaringan-jaringan penghubungnya. Oleh karena itu, evaluasi pola
pewarnaan tidak hanya dilakukan pada bagian luar benih saja tetapi juga
dilakukan pada bagian dalam kotiledon benih. Benih dikatakan viabel apabila
ujung radikula, bagian penghubung antara radikula dan kotiledon, bagian
penghubung antara radikula dan hilum serta bagian dalam kotiledon yang tidak
membentuk spot berwarna merah muda. Hasil dari pengujian tetrazolium adalah
jaringan hidup menunjukkan adanya kontaminasi warna merah pada biji dan
jaringan yang mati ditunjukkan dengan tidak adanya kontaminasi warna merah.
Pengujian tetrazolium menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup
berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang
dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan
fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal (Black, 2006).
Uji tetrazolium merupakan salah satu pengujian viabilitas benih
secara cepat dan tidak langsung. Hal ini dikarenakan, uji tersebut dapat
dilakukan tanpa mengecambahkan benih terlebih dahulu, tetapi dengan menggunakan
zat kimia 2, 3, 5 Triphenyl Tetrazolium Kloride (garam tetrazolium). Metode
tidak langsung didasarkan pada proses metabolisme benih serta kondisi fisik
yang merupakan indikasi tidak langsung. Benih yang dikatakan memiliki daya
pertumbuhan baik adalah benih dengan viabilitas mencapai 80% ke atas. Benih
dengan viabilitas tinggi tentunya memiliki daya vigor benih yang kuat, karena
didukung oleh komponen cadangan makanan dalam biji yang cukup untuk menopang
pertumbuhan awal dari biji sebelum memperoleh makanan dari dalam tanah. Untuk
dapat mengetahui hal-hal tentang viabilitas dan daya vigor benih tentunya harus
dilakukan dengan sebuah penelitian. Uji tersebut dilakukan dengan cara melihat
warna yang timbul pada embrio benih akibat adanya reaksi dengan garam
tetrazolium. Prinsip metode Tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan
berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan
membentuk endapan formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih,
enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan
dengan respirasi. Kriteria pewarnaan dalam uji Tetrazolium antara lain merah
cerah: jaringan masih hidup atau benih viabel, merah muda: jaringan atau viabilitas
sudah lemah, merah tua: jaringan rusak dan tidak berwarna: jaringan sudah
mati.
Daftar Pustaka
Budiarti 2006. Keragaman Plasma Nutfah. Buletin Plasma Nutfah Vol (1): 33-40.
Vega. 2011. Dormansi dan Viabilitas Benih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
IPB. 2010. Tinjauan Pustaka Fisiologi Benih Padi Dan Viabilitas Benih. Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Mengapa dalam perbenihan diperlukan uji Tetrazolium min??
BalasHapusPengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari proses produksi benih. Uji tetrazolium sendiri mengapa diperlukan yaiitu untuk mendeteksi adanya proses biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio yang bertujuan untuk mengaktifkan sel/jaringan benih dan membedakan antara sel atau jaringan yang hidup atau mati pada benih
Hapusuji tetrazolium itu sama kah dengan uji TZ?
BalasHapus